Seperti diketahui, selama ini Putusan MA terkait kasus-kasus Karhutla dinilai cukup keras bagi pelaku yang terbukti di persidangan. Namun, di sisi lain tetap obyektif dalam memberikan keadilan bagi perusahaan yang terbukti bukan pelaku pembakaran.
"Putusan Mahkamah Agung ini tentu obyektif karena telah melewati proses hukum yang berjenjang dari tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), hingga kasasi di Mahkamah Agung," kata Rivai Kusumanegara dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (24/11/2016).
Dalam salinan putusan bernomor 2905 K/Pdt/2015 seperti dipublikasikan melalui website MA pada tanggal 11 November 2016, majelis kasasi menegaskan bahwa kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, setelah meneliti dengan seksama memori kasasi tanggal 8 Juni 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 6 Juli 2015.
MA menilai, Putusan PT Jakarta tidak salah dalam menerapkan hukum, dan tergugat tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Dalam pertimbangan hukum Putusan PT Jakarta yang dikuatkan MA, berdasarkan pendapat beberapa ahli dan hasil penelitiannya disimpulkan, bahwa kebakaran yang terjadi pada 19-24 Maret 2012 itu tidak menyebabkan terjadinya kerusakan gambut, karena hanya kebakaran permukaan.
Hal itu disampaikan antara lain oleh saksi ahli Muhammad Noor dari Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Kementerian Pertanian. Organisme tanah masih dalam kisaran normal, sehingga para saksi ahli menyimpulkan bahwa lahan di lokasi kebakaran tidak rusak.
Ahli perkebunan dari Ditjen Perkebunan I Gede Putu Karwadi juga menilai, tergugat telah memiliki sarana prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran, sehingga api dapat dipadamkan secara mandiri dalam waktu lima hari. Demikian pula, perusahaan tidak memiliki motif membakar, karena areal yang terbakar terbukti telah dibuka dengan cara Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
Rivai menambahkan, putusan tersebut memberi kepastian bagi investor yang beritikad baik dalam menjalankan usahanya serta berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan.
"Klien kami menjalankan kegiatan perkebunannya dengan menaati regulasi dan menjaga kelestarian lingkungan sesuai standar sertifikasi Indonesian Suistainable Palm Oil (ISPO) yang telah dikantungi perusahaan," ujar Rivai.
Sebagaimana diketahui, KLHK menggugat PT SPS sebesar Rp 438 miliar. KLHK mendalilkan berdasarkan hasil penilaian Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) mendapati kebakaran lahan gambut secara berulang di Gampong Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh pada 2009-2012. Kebakaran melalap lahan seluas 1.200 hektare dengan tujuan untuk dijadikan lahan kelapa sawit oleh PT SPS.
Tapi gugatan itu tidak diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), ditolak oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dan ditolak oleh MA. Duduk sebagai ketua majelis kasasi yaitu Prof Dr Abdul Maan dengan anggota Zahrul Rabain dan Soltoni Mohdaly.
(asp/imk)
Pengacara PT SPS Soal Gugatan KLHK Rp 438 Miliar: Putusan MA Obyektif
http://ift.tt/2ftgGig
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengacara PT SPS Soal Gugatan KLHK Rp 438 Miliar: Putusan MA Obyektif"
Post a Comment