"Di level Perda, harmonisasi hanya dilakukan di level biro hukum. Di level kementerian tidak mengundang kami (Kemenkum HAM) untuk harmonisasi. Ini gejala egosekrotal di antara lembaga. Ini berbahaya sekali," kata Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Kemenkum HAM Prof Widodo Ekatjahjana.
Hal itu disampaikan dalam Konferensi Hukum Nasional di Jember yang digelar pada Jumat-Sabtu (16-17/12/2016).
Menurut Widodo, belum lagi banyaknya peraturan yang tidak jelas jenis kelaminnya seperti Peraturan Mahkamah Agung, apakah setingkat peraturan presiden atau di mana kedudukannya. Demikian pula Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga belum memiliki definisi yang jelas nomenklaturnya. Belum lagi peraturan antar kementerian yang saling tumpang tindih.
"Ini mengikis sistem presidensiil. Pembantu presiden itu membantu presiden, bukan membentur-benturkannya," cetus Guru Besar Universitas Jember itu.
Di level Perda, banyak peraturan daerah yang dibikin copy paste antar kabupaten. Belum lagi konten atau materi perda yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Pancasila dan peraturan hukum yang ada di atasnya.
Salah satu sebab masalah itu adalah legal drafter di masing-masing kabupaten tidak difungsikan maksimal. Sebab lainnya tidak adanya kajian akademis dalam proses pembuatan perda. Kalau pun ada, kajian akademik lebih mengedepankan pendekatan proyek belaka.
"Kalau seperti itu, perdanya sah, tapi cacat yuridis. Bila diajukan judicial review ke Mahkamah Agung maka bisa dibatalkan," tutur Prof Wid, demikian ia biasa disapa.
Di tempat yang sama, pegiat Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar memberikan catatan khusus untuk perabaikan hukum 2017. Salah satunya soal tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum seperti di laut terdapat banyak lembaga yang bertugas mengawasi kawasan laut.
"Kalau di Amerika Serikat cuma ada dua lembaga saja," ucap Zainal.
Menurut Zainal, polisi-KPK juga dinilai mempunyai potensi konflik kembali karena polisi masih berwenang menyidik kasus korupsi.
Meski demikian, Refly Harun optimis pembangunan hukum 2017 akan lebih baik. Refly membandingkan Indonesia 20 tahun lalu dengan Indonesia hari ini. Bagi Refly, perkembangan hukum Indonesia sudah sangat baik, meski ada kekurangan di sana-sini. Ia mengibaratkan harapan terhadap pemerintah 100 tapi bisa terpenuhi 30, maka bukan berarti tidak berhasil.
"Kemajuan-kemajuan kecil ini jangan langsung menjudge pemerintah tidak bekerja. Kalau Tim Saber Pungli adem ayem saja ya itulah pengalaman hidup kita," canda Refly Harun.
Hadir dalam konferensi ini Ketua MK Arief Hidayat, Wakil Ketua KY Sukma Violetta, staf ahli Kantor Staf Kepresidenan Asep Rahmat Fajar, Ketua KPK 2007-2009 Antasari Azhar serta para pakar hukum lainnya. Acara tersebut dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember bekerjasama dengan Kemenkum HAM dan Pemda Kabupaten Jember.
(asp/jor)
Egosektoral Masih Hantui Reformasi Hukum 2017
http://ift.tt/2hatE2R
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Egosektoral Masih Hantui Reformasi Hukum 2017"
Post a Comment