Menurut Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, adanya dugaan korupsi di tengah upaya pemerintah melakukan penghematan anggaran juga merupakan sebuah fenomena sosial tersendiri.
"Itu fenomena, gejala sosial. Berbagai macam hal untuk memerangi korupsi, itu ternyata tidak efektif. Terutama pada korupsi, termasuk pada pengadaan barang dan jasa," ujar Adnan saat dihubungi detikcom, Kamis (15/12/2016).
Adnan juga mengatakan reformasi birokrasi yang terjadi selama ini belum berjalan maksimal. Dirinya mengatakan inovasi pada sistem pengadaan barang dan jasa secara online juga tidak bisa sepenuhnya menghentikan praktek korupsi.
Baca juga: Suap yang Diterima Eko Susilo agar PT MTI Menang Tender Proyek Bakamla
"Karena prosesnya dalam menyusun semua mekanisme masih dipengaruhi kekuatan dalam birokrasi. Kalau kita bicara e-Lelang kita harus bicara reformasi dalam tingkat aparaturnya. Karena ini tidak hanya bisa diselesaikan dengan sistem baru dalam birokrasi. Kalau aparaturnya tetap, akan tidak efektif," katanya.
Sebelumnya, Pimpinan KPK Laode M Syarif menyebut bahwa nilai proyek itu telah dipangkas dalam APBN-P 2016 menjadi sekitar Rp 200 miliar. KPK pun masih mempelajari tentang besaran commitment fee yang dijanjikan kepada Eko apakah dari nilai proyek awal atau nilai proyek setelah dipotong.
Selain Eko, ada 3 tersangka lainnya yang telah ditetapkan penyidik KPK sebagai pemberi suap. Ketiganya yaitu Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah dan 2 pegawainya yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Namun, hanya Fahmi saja yang masih belum diketahui keberadaannya. KPK pun mengimbau agar Fahmi segera menyerahkan diri.
(fdu/rna)
Suap Deputi Bakamla, ICW: Upaya Perangi Korupsi Belum Efektif
http://ift.tt/2hBxgfz
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Suap Deputi Bakamla, ICW: Upaya Perangi Korupsi Belum Efektif"
Post a Comment