"Saya tidak setuju, karena kualitas pendidikan ini masih rangking rendah, bahkan minat membaca juga. Anak-anak ini enggak akan belajar, baca buku kalau enggak ada ujian seperti UN," ujar Sosiolog Musni Umar, saat dihubungi detikcom, Sabtu (26/11/2016).
Musni mengatakan, keputusan memoratorium UN adalah langkah yang aneh. Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mengkaji atau melakukan survei terlebih dahulu sebelum memutuskan penghapusan UN.
"Saya rasa ini tergesa-gesa. Saya juga yakin ini tidak dilakukan pengkajian terlebih dahulu apalagi survei. Jadi kalau enggak ada UN, apa gantinya untuk evaluasi anak-anak kita?" ucap pria yang kini menjabat Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta.
Menurutnya, harusnya pemerintah tidak usah menghapus UN tapi melakukan evaluasi pelaksanaan UN supaya lebih baik. Dia mengatakan, bisa saja ketika rezim Jokowi UN dihapus lalu setelah berganti Presiden UN dihidupkan kembali.
"Nanti ganti menteri, ganti presiden ganti lagi kebijakannya. Kalau kayak begini terus yang korban ini siswa karena pemerintah tidak ada konsistensi," ucapnya.
Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir mengatakan keputusan menghapus UN tinggal menunggu Instruksi Presiden (Inpres). Ujian akhir bagi siswa sekolah didesentralisasi. Pelaksanaan ujian akhir bagi siswa SMA-SMK dan sederajatnya diserahkan ke pemerintah provinsi. Untuk level SMP dan SD sederajatnya diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
"Pelaksanaannya tetap standard nasional. Badan Standardisasi Nasional akan mengawal, mengontrol, mengendalikan prosesnya. Jadi tidak ada lagi itu supply-supply soal ke daerah dikawal polisi," ujar Muhadjir, Jumat (25/11).
(rvk/nth)
Kebijakan Mendikbud Hapus UN Dinilai Tanpa Kajian yang Matang
http://ift.tt/2gebrBm
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kebijakan Mendikbud Hapus UN Dinilai Tanpa Kajian yang Matang"
Post a Comment