Hal tersebut disampaikan Founder Saiful Mujani Research Center (SMRC), Saiful Mujani dalam diskusi di LBH Jakarta, Jalan Dipenogoro, Jakarta Pusat, Rabu (29/12/2016). Diskusi bertajuk 'Ada Apa di Balik Isu Anti China'.
Saiful Mujani menilai isu sentimen Cina naik daun hanya menjelang Pilkada serentak. "Framing anti China-nya menjadi besar terkait Pilkada. Itu bukan basis di masyarakatnya yang besar," kata Saiful.
Menurut Saiful, isu sentimen anti China dimunculkan oleh salah satu elit politik.
"Orang bicara anti China seolah masyarakaat umum. Bukan itu, enggak ada hubungannya. Ini adalah hal yang dadakan, itu muncul saat tertentu. Dari mana itu asalnya? Itu diciptakan dari elit politik itu tadi," tutur Saiful.
"Oleh organisasi yang disebut organizing structure. Struktur yang mengorganisasi dari pada sentimen-sentimen anti China tersebut," kata Saiful.
Dalam diskusi ini, Saiful mengatakan, sentimen anti China hanya isu sesaat ketika Pemilu berlangsung. Menurutnya, sentimen anti etnis lain juga bisa berkembang saat momentum Pilkada jika calon maju dari etnis lain.
"Artinya ada momentum persaingan politik. Ketika Pilkada selesai maka akan selesai akan sepi lagi, tidak ada cerita lagi. Tapi bukan hanya sentimen China. Misalnya Arab dan nonarab jadi calon, yang incumbentnya Arab, sentimen itu bisa muncul juga," pungkas Saiful.
Pakar Studi China UI Thung Ju Lan mengatakan sentimen anti China itu sudah ada sejak zaman orde baru. Menurutnya, pandangan sentimen negatif terhadap kelompok tertentu, terutama China disebut menurun. Thung menyebutkan membuktikan adanya pandangan terbalik tentang sentimen negatif terhadap kelompok tertentu.
Menurutnya adanya pandangan terbalik yang mengatakan China lebih superior dari pribumi tidak sesuai. Menurutnya, dalam sejarah membuktikan masyarakat China-Indonesia ada hubungan baik.
"Faktanya orang China itu middle man minority dan mereka juga terkena tekanan dari Belanda pada peristiwa 1940. Proses ini tidak ada yang bicara," kata Pakar Studi Cina UI, Dr. Thung Ju Lan di LBH Jakarta, Jalan Dipenogoro Jakarta Pusat, Kmais (29/12/2016).
Thung menuturkan ada proses sejarah panjang adanya masyarakat China di Indonesia. Salah satunya, Thung menjelaskan keterlibatan etnis China dalam proses kemerdekaan Indonesia dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Menurutnya, terjadinya sentimen masyarakat China saat ini adanya kesalahpahaman tentang sejarah. Dr. Thung mengatakan, ada catatan yang hilang dalam sejarah Indonesia tentang warga China dan pribumi.
"Reduksi itu prosesnya panjang dan banyak orang yang tidak mengalami dan itu banyak dari cerita juga. Jadi makanya memang cerita lama tentang warga negara kelas 2 yang salah. Banyak warga tidak mengalami tapi warga selalu mengutip itu dan itu dari buku sejarah," jelas Pakar Studi China yang juga peneliti LIPI itu.
Dr. Thung menyebutkan perubahan tersebut terjadi karena isu yang disebar oleh kelompok menengah. Isu sentimen negatif etnis disebar untuk tujuan tertentu.
"Kelas menengah itu agen perubahan. Ya sama seperti pada 98 dulu. Ada orang-orang yang ikut dengan gerakan itu bukan tujuannya untuk power. Memang ada elitnya untuk power ya. Tetapi kalau kelas menengahnya itu mencari kesempatan, cari project," jelasnya.
"Ya karena kebutuhan tadi, kebutuhan dia sendiri belum mapan, dia butuh uang, makanya dia menjadi tim suksesi. Nah, untuk dia supaya mendapat uang, apapun dia lakukan. Karena dia tidak mapan. Maka kalau yang berpendidikan itu biasanya sadar, punya ide pembaharuan yang baik untuk masyarakat," imbuhnya.
(azf/fjp)
Sentimen Isu Anti China Dianggap Tak Akan Berlangsung Lama
http://ift.tt/2ityb1o
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sentimen Isu Anti China Dianggap Tak Akan Berlangsung Lama"
Post a Comment