Soal Survei LSI Denny JA, Anies: Terlalu Prematur untuk Ambil Kesimpulan

Jakarta - Calon gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan tidak begitu khawatir dengan survei LSI Denny JA yang menempatkannya pada posisi buncit. Dengan jumlah responden hanya 400an, Anies menilai terlalu prematur untuk disimpulkan.

"Dengan angka segitu (respondennya), saya rasa terlalu prematur untuk melakukan kesimpulan. Bahkan menemukan komposisi dengan angka dengan 400 responden itu gambaran kasar sekali," kata Anies di Jalan Asia Baru RT 06 RW 04, Kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa, (20/12/2016).

Hasil survei LSI Denny JA itu dikatakan Anies tidak dapat digunakan untuk bekerja di kampanye Pilgub DKI Jakarta. "Kalau orang bekerja di sebuah kampanye dia tidak akan menggunakan data itu," imbuhnya.

Sebagai orang yang pernah menjabat sebagai senior LSI, Anies mengaku paham jumlah responden yang ideal untuk survei di Pilgub DKI Jakarta. Lantas berapakah jumlah responden yang ideal?

"Tergantung, anda mau dapet margin of errornya seberapa besar. Yang kedua distribusi sampel, Jakarta hanya 267 kelurahan, kalau mau ideal, tiap kelurahan harus ada sampelnya," jelasnya.

"Bayangkan kalau survei respondennya hanya 400, kalau mau ideal anda harus menggunakan metode sampel yang baik. Itu yang biasa digunakan adalah stratified random sampling, yang bisa dipakai, untuk skala nasional itu baik," tambahnya.

Sistem acak stratifed random sampling dalam survei dinilai Anies baik untuk survei skala nasional, namun kurang tepat untuk skala provinsi seperti DKI Jakarta. Di DKI Jakarta, sampel harusnya ada di setiap kelurahan.

"Nah, stratified random sampling ini untuk skala nasional baik, tapi ketika sampai pada skala provinsi di sini cuman ada 267 kelurahan. Jadi sebenarnya bisa digunakan di setiap kelurahan," pungkasnya.

Namun, untuk mengambil sampel (responden) dari setiap kelurahan membutuhkan biaya yang tinggi. Hal ini kemudian yang membuat dirinya lebih percaya kepada survei internal Anies-Sandi yang sampelnya disebut lebih banyak.

"Tapi kalau mengerjakannya di setiap kelurahan, harganya, biayanya akan tinggi. Karena itu kalau untuk tim kampanye bekerjanya di situ, karena kita memerlukan informasi untuk melangkah. Tapi kalau untuk membentuk opini ya kan gitu," ujarnya.
(imk/imk)